Lalu Transfer Tevez Ke Juve Gunanya Apa?

Sebenarnya semua itu adalah kejeniusan Antonio Conte yang mengusulkan kepada manajemen Juve yang dihandle oleh Beppe Marotta untuk memboyong Carlos Tevez dari Man. City ke Turin. Conte sebenarnya sudah tahu bahwa siapapun striker yang bergabung dengan Nyonya Tua tidak akan terlalu menonjol (menakutkan) bagi Juventus atau rival-rivalnya. Hal ini mungkin disebabkan karena kejelian Antonio Conte dengan skema spesial 3-5-2 yang berbeda dengan skema 3-5-2 milik Napoli atau klub lainnya.

Transfer Carlos Tevez ke JuveConte memang sengaja memasang striker dalam setiap taktik dan formasinya hanya sebagai pengelabuan musuhnya. 3-5-2 yang diusung oleh Conte lebih menitikberatkan pada permainan lini tengah Juve yang diplaymakeri oleh Andrea Pirlo. Terlebih gelandang kanan dan kirinya (baik Asamoah dan Leichsteiner) lebih ditugaskan untuk menjaga keseimbangan antara attacking dan defensive (menyerang dan bertahan). Sehingga kedua gelandang kanan dan kirinya itu tak bekerja layaknya winger macam Nedved, Ronaldo, Robben, Gareth Bale, Franck Ribery dan winger-winger lainnya.

Leich dan Asamoah jarang sekali menyisir lapangan di bagian pinggir hingga hampir menyentuh area garis corner dan melakukan crossing by line ke area center atau far post (bisa juga terhadap striker/targetmen). Kedua pemain ini juga jarang melakukan crossing di separuh atau 3/4 lapangan sendiri (crossing from deep). Kedua gelandang ini terkadang melakukan cut inside (memotong posisinya ke tengah dan menuju kotak pinalti ketika membantu serangan). Akan tetapi sesekali juga melakukan huge line. Ketika kedua gelandang ini melakukan huges line dan memberikan passing kepada striker/targetmen sering menemui kegagalan karena striker Juve sering dimarking begitu ketat oleh defender lawan. Akibatnya sering deadlock, sehingga terkadang baik Leich atau Asamoah melakukan shooting langsung. Tak heran jika pemain ini kadang bisa mencetak gol. Tak heran juga jika kita sering melihat tendangan ke arah gawang milik Juve dalam sebuah statistik pertandingan bisa mencapai 30 atau lebih sementara yang gol hanya 2-3 biji. Itu dikarenakan memang bukan tugas utama dari seorang gelandang dalam mencetak gol.

Berbeda dengan peran Cristian Maggio di Napoli yang posisinya sama dalam skema 3-5-2 milik Walter Mazzari. Maggio di Mazzari sering melakukan crossing from deep/crossing by line ke targetmen atau strikernya, sehingga Maggio dalam hal ini kalah dalam urusan mencetak gol dengan Leichsteiner. Akan tetapi, striker atau targetmen Napoli justru lebih subur dibandingkan dengan striker yang dimiliki Juve.

Saat Stephan dan Kwadwo juga mendapat kawalan ketat sehingga tidak bisa melakukan shooting, maka kedua pemain ini akan mengalihkan passingnya ke lini kedua Juventus yang dimotori oleh Pirlo, Marchisio dan Vidal. Dia tidak akan memaksa mengumpan ke striker-striker Juve yang begitu dijaga ketat di mana ruang pergerakannya selalu dipersempit. Oleh karenanya, tak heran pula jika baik Marchisio, Pirlo dan Vidal sering mencetak gol dari lini kedua ini. Bahkan untuk urusan lini kedua, trio MVP ini yang terbaik di Eropa atau bahkan dunia. Belum lagi jika digabungkan dengan dua pemain tengah lain yang menjadi cadangan, Pogba dan Giaccherini (waktu masih di Juve).

Kesulitan mendapat umpan dan crossing matang inilah yang sebenarnya membuat Striker atau targetmen Juve harus lebih bekerja keras dalam menjemput bola ke bawah yang hal tersebut tidak akan mudah dilakukan. Karena ketika Juve dalam keadaan diserang, maka ada 8 pemain yang turun pula ke bawah, sehingga striker sangat susah untuk mendapatkan bola. Andaipun bisa, hal itu takkan berlangsung lama karena defender lawan akan lebih mudah menghalaunya, terlebih para striker Juve tidak ada yang begitu jago dalam olah bola, dribling dan akselerasinya tidak terlalu cepat. Hanya keteledoran defender lawan dan sedikit kreatifitas yang bisa membantu strikernya membuat gol.

Jika Conte mungkin sudah tahu bahwa siapapun striker yang mampir ke Juventus tidak akan terlalu optimal, lalu transfer Teves dan Llorente ke Juve gunanya apa?. Inilah yang menarik dari manajemen Juve. Selain karena tugasnya sebagai seorang striker/targetmen, Tevez dan Llorente yang diangkut ke Juve adalah juga karena kedua pemain ini memiliki nama besar di pasar, terutama Tevez. Kedua pemain ini secara hitung-hitungan ekonomi mungkin dipertimbangkan akan menguntungkan neraca keuangan Juve. Dan terbukti, tiket terusan sudah ludes terjual jauh-jauh hari yang lalu, begitu pula jersey-jerseynya., serta keuntungan mendapatkan tambahan hak siar tentunya. Dan yang terpenting bagi Juve sekarang adalah sebuah kemenangan atau mencetak gol tidak harus terfokus di lini depan saja. Jadi, jika sebuah klub rata-rata lebih identik dengan striker dan winger, maka Juve lebih identik di gelandangnya yang justru ditakuti lawan.

Seperti yang pernah dikatakan Conte, bahwa Juve tidak hanya sekedar memenangkan pertandingan dan meraih gelar juara saja, akan tetapi lebih kepada membangun dan mengembangkan klub ke sektor-sektor yang lain di masa-masa mendatang dan menjadi klub yang paling siap menatap masa depan. Cerdas bukan??. Oleh karenanya saat ini, baik manajemen Juve ataupun Conte sendiri, tidak muluk-muluk dalam mentargetkan gelar juara, terutama di Liga Champions. Sehingga musim ini pun mereka lebih memilih membidik meraih gelar juara Serie A dibandingkan dengan UCL. Semua ini bagian dari strategi dan rencana Juve di masa yang akan datang. Apakah rencana yang sudah dipersiapkan tersebut, mungkin salah satunya bisa kita tunggu di akhir-akhir transfer.

Jika kita analisa lebih jauh, untuk apa Juventus membeli seorang Carlos Tevez yang jika dilihat dari usianya saja hampir menyentuh kepala 3, kalau hanya untuk menciptakan seorang top skor atau membuat lini depan yang menakutkan lawan, karena jika dilihat dari usia dan produktifitas Teves yang juga sudah menurun, bukanlah rencana jangka panjang manajemen Juve. Terlebih, jika dilihat dari harganya yang hanya 9 juta, menunjukkan Manc. City mungkin sudah tahu bahwa kemampuan Tevez dalam urusan mencetak gol sudah menurun. Dan harga 9 Juta pula tak lebih mahal dari seorang Vucinic, Matri dan bahkan lebih murah dari banderol yang dipasang pada Luca Marrone. Oleh karena itu, Tevez diboyong ke Turin salah satunya adalah karena ada faktor lain yang menguntungkan dari segi keuangan klub. Bahkan seorang mantan direktur Juventus yang top markotop dalam urusan belanja pemain, Moggi pun mengatakan bahwa Tevez bukanlah seorang pemain luar biasa dan menjadi pembeda di klub.

Lalu pantaskah ia menggunakan jersey no. 10?. Hal ini juga merupakan kepandaian manajemen Juventus yang memberikan no. 10 kepada Tevez, kenapa?. Untuk hal ini, kita sedikit bermemory dengan Alessandro Del Piero, si pemilik no 10 sebelumnya. Selama kurang lebih 19 tahun, Del Piero mengenakan angka 10 dan menjadikannya seorang kapten, membuat tifosi Juventus gerah ketika sang kapten dilepas begitu saja (tak diperpanjang kontrak). Faktor "ketergantungan" pada seorang ADP membuat klub juga bingung sendiri. Di saat bersamaan tifosi banyak yang menolak ia pergi dari Turin dan menuntut manajemen Juve memperpanjang kontraknya, di sisi lain, Juve juga ingin melakukan regenerasi klub. Sementara Ale sendiri masih ingin tetap menjadi pemain. Untuk itulah, no. 10 ini diberikan ke Tevez agar tidak ada lagi kekecewaan yang mendalam terhadapnya ketika dilepas/pensiun atau dijual. Manajemen juga tahu tidak mungkin Tevez akan mengenakan angka 10 selama waktu Del Piero memakainya, karena usianya yang akan menginjak 30. Ini adalah bagian dari rencana luar biasa manajemen Juventus sendiri.

Selain itu, sebuah kecerdasan lagi muncul dari pihak manajemen yang akan menjual salah satu strikernya karena memang sudah terlalu banyak yang dimiliki, entah itu Matri, Giovinco, Quagliarella, atau Vucinic dengan banderol di atas harga beli Tevez. Ini bertujuan juga dengan keuntungan dari dana yang sudah digunakan untuk membeli Tevez dan mengurangi gaji yang diterima pemain yang akan dijual tersebut.

Seandainya Juve ingin benar-benar serius membeli pemain yang masih "on fire" dalam urusan menjebol gawang lawan, maka hal itu akan terwujud jika semua rencananya berjalan lancar dalam jangka waktu paling tidak untuk 2 musim ke depan. Saat ini justru keseriusan Juve dalam transfer kali ini dititikberatkan di sektor lain, defender misalnya. Bahwa manajamen mungkin sudah bisa memprediksi bahwa di lini belakang, Juve harus mempersiapkan regenerasi pula. Hal ini tak luput dari pembelian "berkualitas" dari Angelo Ogbonna yang memang merupakan bagian dari rencana tersebut. Tak perlu menilai dari hasil uji coba pra musim yang memang meyakinkan, sewaktu masih di Torino pun pemain ini sudah terlihat bakat dan kemampuannya dalam menjaga sektor pertahanan, terlebih usianya juga masih terbilang muda dan ini akan dipersiapkan untuk meregenerasi lini belakang Juve (dalam hal ini Barzagli) yang sudah cukup umur untuk urusan lini pertahanan.

Sementara untuk Llorente (yang motif permainannya tidak jauh beda dengan Bendtner atau Anelka ) yang direkrut Juve dengan free transfer, lebih  kepada untung-untungan. Meski kita semua mungkin tahu bahwa Llorente juga merupakan salah satu targetmen yang berkualitas, sebelum ada konflik internal dengan manajemen Bilbao. Seandainya ia produktif dan menjadi mesin gol Juve maka hal itu di luar manajemen Juve dan menjadi hadiah yang menarik untuk seluruh keluarga besar Juventus di seluruh dunia. Sementara jika ia gagal, hal itu juga tidak terlalu merugikan Juve karena diboyong secara gratis. Dan jika pertimbangannya rugi dalam hal gaji, maka secara cepat Juve akan menutup dengan penjualan dan pengurangan pemain lainnya (selain Tevez dan Llorente). Luar biasa..!!


Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter